Khutbah Jum’at: Meraih Kesempurnaan Iman Dengan Sabar dan Syukur
Meraih Kesempurnaan Iman Dengan Sabar dan Syukur
Amir Sahidin, M.Ag
Pengajar PPTQ Ibnu Mas’ud, Purbalingga
Khutbah Pertama
Assalam‘alaikum Warahmatullaahi wa barakatuhu
-إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه
-اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
-يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
-يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Kaum Muslimin rahimakumullah
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT dengan nikmat-Nya dan hidayah-Nya kita dapat berkumpul di sini menunaikan shalat jum’at secara berjamaah.
Kedua–kalinya, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan agama yang sempurna kepada umat manusia. Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang selalu berpegang teguh dengan ajaran Beliau hingga ajal menjemput.
Ketiga–kalinya, di sini khatib mewasiatkan kepada diri pribadi dan kepada para jamaah sekalian, untuk senantiasa bertakwa dengan sebenar-benar takwa. Yaitu senantiasa menjalankan perintah-perintah Allah kapan pun dan di mana pun kita berada. Demikian itu karena sebaik-baik bekal kita kelak untuk menuju Allah Ta’ala adalah dengan takwa.
Kaum Muslimin rahimakumullah
Sabar dan syukur merupakan kesempurnaan iman dalam menjalani kehidupan di dunia. Demikian itu karena kehidupan dunia seseorang tidak akan pernah terlepas dari kesengsaraan dan kenikmatan.
Bagi seorang yang mendapat kesengsaraan baik nampak maupun tidak, maka hendaknya yang dihadirkan pertama kali adalah kesabaran kepada Allah. Kemudian setelah itu, hendaknya ia tetap bersyukur kepada Allah atas banyaknya nikmat lain, baik terlihat ataupun tidak yang telah dikaruniakan kepadanya, karena nikmat Allah sangat banyak dan luas.
Sebaliknya, mereka yang mendapatkan kenikmatan baik terlihat ataupun tidak, tentunya rasa syukur harus pertama kali dihadirkan. Kemudian setelah itu, hendaknya ia terus bersabar untuk tidak menggunakan kenikmatan tersebut guna bermaksiat kepada Rabb-nya.
Berkenaan tentang hal itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
عَجَباً لأمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لأِحَدٍ إِلاَّ للْمُؤْمِن: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خيْراً لَهُ
“Sungguh perkara orang Mukmin itu mengagumkan, semua perihalnya baik dan hal itu tidak dimiliki seorang pun selain orang Mukmin. Bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan hal itu baik baginya. Jika tertimpa musibah, ia bersabar dan hal itu baik baginya” (HR. Muslim, no. 2999)
Dari hadis di atas terlihat betapa mengagungkannya perkara seorang Mukmin, di mana ia mampu bersabar dan bersyukur dalam kondisi apapun. Untuk itu, pandai bersabar dan pandai bersyukur merupakan sifat yang mulia dan tidak bisa dipisahkan, ibarat mata uang yang saling melengkapi dan tidak terpisahkan.
Kaum Muslimin rahimakumullah
Terkait sabar dan syukur ini, Ibnu Qayyim al-Jauziyah pernah berkata, “Rasa syukur adalah setengah keimanan. Sedangkan keimanan ini bisa dibelah menjadi dua potongan bagian besar: yang pertama ialah rasa syukur dan yang kedua adalah rasa sabar (Ibnu Qayyim, Madariju As-Salikin 2/232). Berikutnya, untuk menghayati rasa sabar dan syukur, mari kita belajar kepada Nabi Ayyub dan Nabi Sulaiman ‘Alaihimassalam.
Pertama: Teladan dari Nabi Ayyyub ‘Alaihissalam
Dalam masalah sabar ini terdapat teladan yang baik pada diri Nabi Ayyub ‘Alaihissalam. Nabi Ayyub ‘Alaihissalam menghadapi beratnya cobaan hidup, tubuh yang digerogoti penyakit, kemiskinan yang menghimpit dan keterasingan karena dijauhi masyarakat yang tidak tahan berdekatan dengannya yang sarat dengan penyakit.
Meskipun demikian Nabi Ayyub sangat bersabar dan tetap beryukur atas nikmatnya bermunajat kepada Allah dalam doanya. Tak ada keluhan yang terlontar selain mengeluh kepada Allah, tak ada buruk sangka yang terlintas dibenaknya. Yang ada hanyalah kesabaran dan prasangka yang baik kepada Allah.
Berkenaan tentang hal itu, Amin bin Abdullah asy-Syaqawi mengatakan, “Pada mulanya Nabi Ayyub adalah seorang lelaki yang memiliki banyak harta, berupa tanah yang luas, hewan ternak dan kambing di belahan bumi yang bernama Tsaniyah, di Harun, yang terletak di negeri Syam. Semua lahan yang luas itu adalah miliknya, lalu Allah menguji dirinya dengan kehilangan semua harta tersebut.
Ia diuji dengan berbagai macam ujian yang menimpa tubuhnya, selain hati dan lisannya tidak ada sejengkal pun dari bagian tubuhnya kecuali tertimpa penyakit. Ia selalu berdzikir dengan kedua indra yang masih sehat tersebut, bertasbih kepada Allah siang dan malam, pagi dan sore. Akibat penyakit yang dideritanya, seluruh temannya merasa jijik terhadapnya, sahabat karibnya menjauh darinya.
Bahkan ia pun diasingkan pada sebuah tempat pembuangan sampah di luar kota tempat tinggalnya, dan tidak ada yang menemaninya kecuali istrinya yang selalu menjaga hak-hak dan membalas budi baik yang pernah dilakukan terhadap dirinya, serta adanya dorongan rasa belas kasihan kepadanya.” (Asy-Syaqawi, Qishah Nabiyullah Ayyub: 1)
Hingga pada akhirnya, Allah menyembuhkannya dan menilai Nabi Ayyub ‘Alaihissalam telah lulus dalam menghadapi ujian berat tersebut. Kemudian Allah memberinya gelar sebaik-baik hamba yang amat taat kepada Rabb-nya. Hal ini sebagaimana firman Allah:
وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Rabbnya)” (QS. Shad: 44)
Kedua: Teladan Dari Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam
Berbeda nasib dengan Nabi Ayyub ‘Alaihissalam. Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam, mendapat karuniakan kenikmatan begitu besar, melebihi hamba-hamba selainnya. Kenikmatan tersebut berupa kerajaan yang menjulang tinggi; pasukan dari bangsa manusia, binatang serta kalangan jin; juga kemampuan untuk berkomunikasi dengan mereka semua; dan bahkan mampu memerintahkan angin untuk berhembus kemanapun ia inginkan.
Tentang karunia kenikmatan tersebut, Imam al-Qurtubi menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas, “Di hadapan singgasana Nabi Sulaiman terdapat 600 kursi, para pembesar dari kalangan manusia duduk di dekat beliau. Kemudian di deretan berikutnya para pembesar dari kalangan jin. Sekawanan burung juga diperintah untuk menaungi mereka dan angin-angin diperintahkan untuk mengangkat mereka.” (Al-Qurthubi, al-Jami’ lil Ahkam Al-Qur’an, 15/202)
Sedangkan tentang megahnya istana Nabi Sulaiman, al-Hafidz Abu Nu’aim menyebutkan riwayat dari Wahab bin Munabih, bahwa istana beliau tersusun dari seribu lantai; lantai paling atas terbuat dari kaca; dan lantai paling bawah terbuat dari besi. (Al-Qurthubi, al-Jami’ lil Ahkam Al-Qur’an, 15/205)
Namun semua kenikmatan tersebut disadari oleh Nabi Sulaiman sebagai ujian, yaitu agar ia menjadi hamba yang pandai bersyukur kepada Allah atas segala nikmat tersebut, dan pandai bersabar untuk tidak menggunakannya dalam kemaksiatan. Nabi Sulaiman berkata sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an:
هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku pandai bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Barangsiapa yang bersyukur, sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Barangsiapa yang ingkar, sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. (QS. An-Naml: 40)
Oleh karena itu, Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam mampu bersabar dan kemudian menggunakan seluruh kenikmatan yang Allah karuniakan untuk pengabdian kepada Allah Ta’ala. Akhirnya beliau pun dinyatakan lulus menghadapi ujian kekayaan dan kekuasaan itu, bahkan Allah memberinya gelar sebaik-baik hamba yang amat taat kepada Rabb-nya. Hal ini sebagaimana firman Allah:
وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّا
“Dan Kami karuniakan kepada Dawud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya ia amat taat (kepada Rabb–nya)” (QS. Shaad: 30)
Kaum Muslimin rahimakumullah
Dari kedua kisah di atas, dapat kita simpulkan bahwa pandai bersabar dan pandai bersyukur merupakan kebaikan yang akan membuahkan kebaikan-kebaikan berikutnya. Sehingga Allah pun memuji dua golongan tersebut dengan sebaik-baik hamba yang amat taat kepada Rabb-nya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.
أَمَّا بَعْدُ؛
Kaum Muslimin rahimakumullah
Dalam khutbah yang kedua ini, kami ingin menyimpulkan ulang materi yang telah dijelaskan sebelumnya. Bahwa sabar dan syukur tidak dapat dipisahkan, di balik sabar ada kesyukuran dan di balik syukur ada kesabaran. Siapa saja yang Allah uji dengan salah satu dari keduanya, tentu ia pasti mampu untuk melewati ujian tersebut, karena Allah tidak akan membebani seorang melainkan orang tersebut mampu untuk menjalaninya. Mari kita senantiasa belajar kepada Nabi Ayyub dan Nabi Sulaiman ‘Alaihimassalam sebagai motivasi dalam mengarungi kehidupan.
Demikian khutbah yang dapat kami sampaikan, mari kita tutup dengan berdoa kepada Allah:
-إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
-اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
-اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
-اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.
-اَللَّهُـمَّ إِنَّا نَعوُذُ بِكَ مِنْ عَذاَبِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذاَبِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْـنَةِ الْمَحْياَ وَالْمَماَتِ وَمِنْ فِتْـنَةِ الْمَسيِحِ الدَّجاَّلِ.
-رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
-رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
-سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ.
-وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Sumber: Dakwah.id
Link: https://dakwah.id/khutbah-jumat-singkat-belajar-sabar-dan-syukur-dari-nabi/
Komentar Terbaru