Makalah: Hakikat dan Tujuan Puasa Ramadhan

HAKIKAT DAN TUJUAN PUASA RAMADHAN

Amir Sahidin, M.Ag

Pengajar PPTQ Ibnu Mas’ud Purbalingga

Pendahuluan

Puasa Ramadhan merupan perintah yang Allah wajibkan atas setiap Muslim, berakal dan baligh. Puasa sebagaimana dalam kitab Al-Fiqh Al-Muyassar fi Dhau’i al-Kitab wa As-Sunnah, halaman 149, memiliki arti: menahan diri dari makan, minum, dan segala yang membatalkan puasa, dengan niat ikhlas karena Allah, dari terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari.

Menariknya bahwa amalan berpuasa atau menahan lapar ini merupakan amalan yang tidak hanya dimiliki umat Islam, namun juga merupakan ajaran umat terdahulu dan aliran-aliran tertentu. Misalnya, dalam aliran kejawen, terdapat ajaran “Mutih” yaitu tidak makan kecuali hanya nasi putih. Demikian pula di era modern ini terdapat amalan kesehatan untuk menahan lapar atau menahan diri untuk tidak memakan daging dan hanya memakan sayuran. Juga dalam dunia medis, manahan lapar pun dijadikan sebagai terapi atau penyembuh dari berbagai macam penyakit.

Hal ini menunjukkan bahwa berpuasa untuk mencapai tujuan tertentu atau tingkat tertentu merupakan hal yang biasa. Dalam Al-Qur’an pun disebutkan bahwa puasa adalah amalan umat-umat terdahulu dan memiliki tujuan tertentu. Allah Subahanahu wata’ala berfirman dalam surat Al-Baqarah: 183,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaiman diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa

Hakikat Dan Tujuan Puasa Ramadhan

Dalam ayat tersebut, terdapat beberapa hal yang akan dijelaskan lebih lanjut untuk mengetahui hakikat dan tujuan dari perintah bepuasa dalam Islam, berikut ini:

Pertama: Seruan kepada orang-orang beriman

Pada ayat tersebut, Allah menyeru orang-orang beriman, hal ini menunjukan bahwa perintah puasa ini turun di Madinah, bukan di Makah. Demikian itu karena ayat-ayat yang turun di Makah seringkali menyeru kepada ketuhanan yang Maha Esa dan biasanya menggunakan seruan wahai sekalian manusia yaitu “يَا أَيُّهَا النَّاسُ” (Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, halaman. 62)

Namun demikian, bukan berarti mereka yang baru berislam tidak wajib melaksanakan ibadah puasa, karena para ulama mejelaskan jika kalimat Iman dan Islam disebutkan secara terpisah maka Iman juga mengandung makna Islam dan sebaliknya. Hal ini berbeda jika Iman dan Islam disebutkan secara bersamaan dalam satu konteks, maka keduanya memiliki makna yang berbeda satu dengan lainnya (Hafidz Al-Hakmi, Ma’arij Al-Qabul, jilid, 3, halaman 998)

Kedua: Puasa juga diwajibkan kepada orang-orang terdahulu

Terkait kewajiban puasa bagi orang-orang terdahulu, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ath-Thabari dalam kitabnya, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, jilid. 3, halaman, 409-412, bahwa para ulama berbeda pendapat terkait kewajiban puasa ini; ada yang memaknainya sebagai kewajiban puasa Ramadhan seperti yang dilakukan umat Islam. Adapula yang memaknainya sebagai kewajiban bagi orang-orang terdahulu untuk berpuasa meskipun cara dan waktunya terdapat perbedan dengan apa yang dilakukan umat Islam hari ini.

Untuk itu, tidak heran kita dapati dalam beberapa referensi bahwa Nabi Adam ‘Alaihissalam pun berpuasa untuk tidak memakan buah dari pohon khuldi. Nabi Musa ‘Alaihissalam berpuasa selama 40 hari; Nabi Dawud ‘Alaihissalam berpuasa sehari dan berbuka sehari. Semua ini menunjukkan bahwa puasa memiliki kemaslahatan yang besar bagi seorang hamba baik di dunia maupun di akhirat.

Ketiga: Tujuan berpuasa dalam Islam

Setiap syariat dalam Islam pasti memiliki tujuan mulia. Tujuan mulia tersebut terkadang terlihat secara langsung dalam nash ayat maupun hadis. Terkadang tidak telihat jelas, namun dapat diteliti melalui kajian pakar yang mendalam.

Adapun terkait tujuan berpuasa dalam Islam, maka sangat jelas sebagaimana dalam ayat tersebut, bahwa ia bertujuan untuk memudahkan seseorang meraih ketakwaan. Takwa merupakan kata yang singkat akan tetapi mengandung makna yang sangat luas. Makna-makna tersebut merujuk pada satu konsep, yaitu melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Sehinga orang yang bertakwa ialah mereka yang menjauhi seluruh larangan-Nya dan sekuat tenaga menjalankan perintah-perintah-Nya.

Untuk mempermudah pemahaman tentang takwa tersebut, Muhammad Asy-Syami, dalam kitabnya, Subul al-Huda wa ar-Rasyad, jilid 1, halaman 142, menukilkan perkataan Imam Ali bin Abi Thalib perihal takwa yang sebenarnya, yaitu:

الخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ، وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ وَالْقَنَاعَةُ بِالْقَلِيْلِ، وَالْاِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ

“(1)Takut kepada yang Maha Mulia (Allah), (2)mengamalkan dengan apa yang diturunkan (Al-Qur’an dan sunah), (3)merasa cukup (qana’ah) dengan yang sedikit dan (4)mempersiapkan diri untuk hari perjalalanan (hari kiamat)”

Keempat hal ini, merupakan perkara yang sangat penting guna menimbang dan mengintropeksi diri, apakah kita sudah layak dikatakan sebagai orang yang bertakwa. Untuk itu, marilah pada kesempatan bulan Ramadhan yang akan datang ini kita laksanakan puasa dengan mempertimbangkan keempat hal tersebut, sehinga puasa dapat mengantarkan kita pada tujuannya yang mulia, yaitu menjadi insan bertakwa.

Penutup

Demikianlah pemaparan tentang hakikat dan tujuan puasa dalam Islam. Semoga kita senantiasa Allah mudahkan dalam menjalankan syariat puasa yang Allah tetapkan. Juga semoga Allah jadikan puasa yang akan kita lakukan, dapat mengantarkan kita menuju insan yang bertakwa, yaitu kita takut kepada Allah; menjalankan ajaran-Nya; qana’ah atas pemberiaan-Nya; dan senantiasa mempersiapkan diri untuk menuju perjalanan yang kekal nan abadi.

Catatan: Gambar diambil dari: Liputan6

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *