Khutbah Ied: Jangan Jadi Muslim Musiman

Download versi pdf: Khutbah Ied_Jangan Jadi Muslim Musiman

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِيْنُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ ولِلّٰهِ الْحَمْدُ …

 

Jama’ah Idul Fitri yang kami hormati…

Bersyukur dan Bersedih. Begitulah kalimat yang tepat untuk mewakili suasana hati kita pagi ini. Suatu masa yang kaum muslimin begitu mudah untuk melakukan ketaatan. Suatu masa dimana orang berlomba-lomba melakukan berbagai bentuk amalan shaleh. Waktu dimana orang-orang begitu termotivasi untuk mekhatamkan bacaan Al-Qur’an-nya. Itulah waktu dimana dua amalan utama; puasa dan shalat saling beriringan. Itulah musim semi amalan ketaatan yang Allah mudahkan bagi siapa yang Dia kehendaki.

Namun, kini saatnya kita berpisah dengan bulan yang penuh barakah tersebut, bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah, serta bulan dimana banyak yang dibebaskan dari siksa neraka. Saking lebarnya pintu pengampunan bagi para hamba, Ibnu Rajab al-Hambali mengatakan, “Siapa saja yang tidak mendapati pengampunan pada bulan Ramadhan, sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan yang banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, hlm. 378).

Seyogyanya, kita banyak memohon dengan sungguh-sungguh kiranya Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amal kebaikan kita dan mengabulkan segala doa serta permohonan ampun kita kepada-Nya. Sebagaimana sebelumnya, kita juga berdoa agar Allah Ta’ala mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan dalam keadaan hati kita dipenuhi dengan keimanan dan pengharapan akan ridha-Nya.

Kemudian hendaknya kita juga bertanya pada diri sendiri. Apa yang tertinggal dalam diri kita setelah Ramadhan berlalu? Bekas-bekas kebaikan apa yang terlihat pada diri kita setelah keluar dari madrasah bulan kebaikan tersebut? Apakah bekas-bekas itu hilang seiring dengan berlalunya bulan itu? Apakah amal-amal kebaikan yang terbiasa kita kerjakan di bulan itu pudar setelah puasa berakhir? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang penting dan patut untuk kita renungkan bersama.

Jangan sampai kita seperti pemintal benang yang mengurai kembali benangnya setelah dipintal. Sebagaimana disinggung dalam sebuah ayat:

وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.” (QS. an-Nahl: 92).

Perumpamaan bagi kondisi sebagian kita yang begitu cepat kembali kepada perbuatan dosa dan maksiat secepat berlalunya Ramadhan. Padahal, selama sebulan penuh, mereka shalat, puasa dan menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jama’ah Idul Fitri yang kami hormati…

Ada kata-kata menarik yang menyadarkan kita akan hal ini,

كُنْ رَبَّنِيًّا وَلَا تَكُنْ رَمَضَانِيًّا

Jadilah manusia Rabbani, dan jangan menjadi manusia Ramadhani!”

Jangan menjadi manusia Ramadan, yang kuat ibadahnya karena berada di bulan Ramadan saja, karena setelah bulan itu berlalu, ia tak akan mengalami perubahan hidup untuk menjadi lebih bertaqwa. Namun jadilah manusia pasca Ramadan yang memiliki nilai kepribadian diri, penghambaan kepada Allah yang tak kenal henti, menjadi manusia bertakwa tanpa batas. Ia harus menjadi hamba Allah yang bobot ibadahnya terus meningkat, sekali pun ia telah berada di luar bulan Ramadan.

Para sahabat menyiapkan diri mereka selama enam bulan untuk menyambut kehadiran tamu agung bernama Ramadan. Pastinya mereka mati-matian untuk beribadah full time selama sebulan penuh itu. Layaknya bertemu dengan seorang yang dirindu, kita ingin berlama-lama bersama dengannya, menjamu, memberinya pelayanan sebaik mungkin. Dan tentunya kita akan merasakan kesedihan yang teramat dalam ketika harus berpisah dengannya.

Hal yang sama dirasakan oleh sahabat nabi di penghujung Ramadan, mereka tak gembira dengan baju baru, kue-kue dan makanan ala lebaran seperti umumnya kita. Tapi mereka justru bersedih, karena tamu agung itu sudah harus pergi meninggalkan mereka.

Jama’ah Idul Fitri yang kami hormati…

Meskipun fenomena melemahnya iman dan lunturnya semangat beribadah sudah menjadi siklus tahunan bagi rata-rata kaum muslimin, namun hendaknya kita tidak bersikap permisif. Tidak menganggap sebagai sesuatu yang wajar.

Imam Bisyr bin al-Harits al-Hafi pernah ditanya tentang orang-orang yang (hanya) rajin dan sungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadhan, maka beliau menjawab:

بِئْسَ الْقَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ الله َحَقًّا إِلَّا فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ الْصَالِحَ الَّذِيْ يَتَعَبَّدُ وَيَجْتَهِدُ السُّنَّةَ كُلَّهَا

“Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang sholeh adalah orang yang rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun penuh.” (Latha-iful Ma’aarif, hal. 313).

Maka sebagaimana kita membutuhkan dan mengharapkan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala di bulan Ramadhan, bukankah kita juga tetap membutuhkan dan mengharapkan rahmat-Nya di bulan-bulan lainnya?

Semoga Allah berkenan menerima segala amal ibadah kita pada bulan Ramadhan tahun ini, dan semoga kita dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan yang akan datang.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

KHUTBAH KEDUA

 

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَي وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلهِ وَصَحْبِهِ الْمُجْتَبَى وَعَلَى مَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ بِهُدَاهُ

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd.

Jama’ah Idul Fitri yang kami hormati…

Mâ ba’da Ramadhân, inilah masa-masa yang paling mencemaskan bagi para sahabat nabi. Mereka takut akan amalan yang tertolak; puasa, qiyam yang panjang, tilawah yang berulang kali khatam, infak harta, pengorbanan jiwa raga dari satu medan perang ke perang lainnya, serta segudang amalan ibadah lainnya yang mereka lakukan selama Ramadan, semuanya itu telah menjadi sebuah kekhawatiran terbesar bagi diri mereka. Mereka lebih banyak berkontemplasi, dan bermuhasabah dalam sebuah tanda tanya, “Apakah amal ibadahku di bulan Ramadan kemarin diterima oleh Allah Swt.?”

Para sahabat merawat Ramadan dalam hati mereka dengan rasa khauf dan raja’. Sekuat tenaga berusaha istiqamah dalam amalan ibadah mereka. Lengah sedikit, akan memberikan indikasi amal ibadah mereka selama Ramadan telah sia-sia. Karena di antara ciri dari diterimanya amal ibadah seseorang dalam bulan Ramadan adalah; keringanannya dalam mengerjakan kebaikan dan ibadah, serta jauhnya mereka dari melakukan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala.

Enam bulan pasca Ramadan mereka masih bersedih memikirkan kepergian Ramadan. Mereka memohon dengan sungguh-sungguh agar amalan ibadah selama sebulan penuh itu diterima oleh Allah Ta’ala. Sedangkan di paruh tahun sisanya, mereka kembali bergembira, bersiap diri menyambut kehadiran Ramadan, sang tamu agung yang selalu mereka rindu.

Begitulah siklus hidup para orang shalih terdahulu, renggang waktu dari Ramadan ke Ramadan berikutnya diisi dengan taqarrub ilallâh. Seakan menutup semua celah untuk futur dalam beribadah. Rindu mereka adalah rindu keimanan, pun dengan kesedihan mereka, kesedihan karena iman. Sehingga hari-hari berjalan penuh kekhusyukan, hati mereka tenang, diisi dengan mengingat Allah dalam kondisi apa pun. Karena Allah telah memberikan jaminan, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’du:28).

‘Umar bin ‘Abdul Aziz tatkala beliau berkhutbah pada hari raya Idul Fithri, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Akan tetapi, sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fithri. Dikatakan  kepada mereka, ‘Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.’ Para salaf mengatakan, ‘Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak.’”

Itulah kekhawatiran para salaf. Mereka begitu khawatir kalau-kalau amalannya tidak diterima. Namun berbeda dengan kita yang amalannya begitu sedikit dan sangat jauh dari amalan para salaf. Kita begitu ‘pede’ dan yakin dengan diterimanya amalan kita. Sungguh, teramatlah jauh kita dengan mereka.

Mereka memiliki kepribadian yang layak untuk diteladani. Lalu bagaimana dengan kita, sudahkah ibadah kita melebihi mereka sehingga lebih merasa hebat dan yakin kalau amalan Ramadan kita diterima? Ittaqullâh yâ ahibbâ’i, ibadah kita pastilah masih jauh dari kesungguhan para sahabat itu. Sehingga rasa khauf dan raja’ yang kita miliki seharusnya lebih besar ketimbang mereka.

Marilah kita akhiri khutbah ini dengan berdoa kepada Allah,

 

الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

 اللهم اغفِرْ لِلْمُسْلِمينَ وَالمسْلِمَاتِ والمؤمنينَ والمؤمناتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَاَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ

اللهمَّ انْصُرْ جُيُوسَ المُسْلِمِيْنَ وَعَسَاكِرَ المُوَحِّدِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّينِ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إلي يَوْمِ الدِّينِ اللهُمَّ انْصُرْ دُعَاتَنَا وَعُلَمَائنَاَ المَظْلوُمِيْنَ تَحْتَ وَطْأَةِ الظالِمِين وَفِتْنَةِ الفَاسِقِينَ وَحِقْدِ الحَاقِدِيْنَ وَبُغْضِ الحَاسِدِين وَخِيَانَةِ المُنَافِقِيْنَ

اللَّهُمَّ ارزُقنا حُبَّكَ، وحُبَّ مَنْ يَنْفَعُنا حُبُّهُ عندَك، اللَّهُمَّ مَا رَزَقْتَنا مِمَّا أُحِبُّ فَاجْعَلْهُ قُوَّةً لَناَ فِيمَا تُحِبُّ، اللَّهُمَ مَا زَوَيْتَ عَنِّا مِمَّا نحِبُّ فَاجْعَلْهُ فَرَاغاً لنا فِيمَا تُحِبُّ

اللَّهُمَّ إِنِّا نعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ

اللهُمَّ اكْفِنَا بِحَلالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

وَصَلِّ عَلي خَيْرِ خَلْقِكَ وَأَفْضَلِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلي آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا

وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالمَين

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *